30.4.15

Melihat Cermin Diri, Mendidik Karakter Diri Sendiri, Sebuah Pengingat di Hari Pendidikan Nasional

Tulisan ini adalah pengingat bagi saya, yang setiap hari melakukan rutinitas mengajar baik di depan kelas atau mengajar kelas kecil di sekolah privat saya. Jika banyak yang mempelajari dan membuat catatan tentang bagaimana mendidik yang baik, atau sistem pendidikan yang baik, kali ini saya ingin membuat catatan yang fungsinya mengingatkan saya bahwa dalam perjalanan saya menjadi tenaga pendidik saya harus lebih banyak memperhatikan diri saya ketika saya sedang berada dengan siswa saya ataupun sedang tidak dengan mereka.
Tanggal 2 Mei, hari lahir dari Ki Hajar Dewantara, pahlawan pendidikan nasional yang masa hidupnya diabdikan dalam pendidikan bangsa, diperingati sebagai Hari Pendidikan Nasional. Sebagai pendidik tentu tahu falsafah pendidikan Ki Hajar Dewantara, 'ing ngarso sung tulodho, ing madya mangun karsa, tut wuri handayani.' dari kalimat bijak tersebut, sangat jelas pendidik memiliki tugas yang sangat kompleks, bukan hanya menyampaikan apa yang dia tahu tentang bidang keilmuannya dan moralitas manusia, namun juga memompakan semangat kepada anak didik serta mengarahkan anak didik, dan yang paling penting menurut saya adalah sebagai role model, contoh bagi anak didiknya. Bukan sekedar bilang bahwa saya adalah role model kalian, namun, role model disini adalah dari semua apa yang pendidik lakukan haruslah menjadi contoh yang baik, bukan sekedar dibuat- buat agar pendidik terlihat sempurna, flawless tanpa cacat.
Bagian inilah yang membuat saya agak minder ketika memberi label pendidik sebagai profesi saya. Seorang pendidik harus menjadi contoh bagi anak didiknya, apapun itu, bidang keilmuannya, perkataannya dan tingkah lakunya. Dan sudahkah saya cukup mampu untuk menjadi contoh yang baik itu.
Langkah awal yang harus ditempuh adalah terkait dengan pendidikan karakter. Pendidikan karakter dikabarkan mampu mengubah karakter masyarakat menjadi lebih baik sehingga kualitas sumber daya manusia di Indonesia akan meningkat. Namun sampai beberapa tahun ini masih belum terlihat jelas dampak tersebut. Masih banyak sisiwa yang memiliki karakter yang jauh menyimpang dari karakter yang diinginkan pada 18 nilai karakter dalam pendidikan karakter. Meski ada juga siswa yang sudah miliki karakter karakter tersebut.
Sehingga pendidikan karakter diawali dari diri guru sendiri, bukan sekedar omongan bagaimana karakter yang baik, namun menunjukkan karakter yang baik itu pada murid itu yang paling dibutuhkan saat ini. Memberi contoh karakter karakter tersebut, tidak untuk pujian bahwa guru adalah manusia yang flawless, cukup tunjukkan saja, mereka secara bawah sadar akan mengikuti tanpa ada perasaan paksaan.
Memang benar istilah seseorang ketika memberi label kepada Ki Hajar Dewantara, bahwa beliau adalah satria pinandita yang kemudian mengubah jati dirinya menjadi pinandita satria. Inilah intinya sebelum menjadi seorang pinandita, seorang satria yang belajar pinandita dan nantinya ketika menjadi pinandita dia tetap seorang satria, seorang yang mau berjuang untuk perubahan dirinya dan anak didiknya agar menjadi manusia yang lebih baik. Lebih baik dalam jiwa dan juga dalam keilmuan yang dipelajarinya.
Untuk bisa berubah menjadi lebih baik diawali dengan cermin diri, cermin diri bukan hanya berasal dari diri sendiri, namun juga berasal dari mereka yang dekat dengan kita, dengan teman teman dekat kita, yang telah mengenal karakter kita. seperti cermin yang bisa menunjukkan siapa kita dan yang mampu mengingatkan kita. Dalam kisah-kisah bijak, cermin dari seorang teman baik adalah hadiah teristimewa. Dari hal itu, seorang teman juga merupakan pengingat kita.  Selain itu guru harus memiliki keberanian untuk melihat diri sendiri, melihat sampai dimana karakter yang dimilikinya, membandingkan dengan karakter yang lebih baik dan mau mengakui segala kekurangan dan segera memperbaiki kekurangan-kekurangan tersebut, bukan menutupi agar tetap telihat sempurna dihadapan siswa atau siapa saja. Kecenderungan untuk menutupi bukanlah pilihan yang baik. Sifat itu bukanlah contoh yang baik dan bertentangan dengan sikap sempurna yang ditampilkan dihadapan siswanya. Keberanian kita untuk melihat kemampuan kita, bukan saja keberanian dalam kemampuan keilmuan yang diampu guru namun juga kemampuan menuju  manusia yang sempurna. 

Selamat hari pendidikan, semoga saja kita cukup berani untuk melihat pemandangan yang ada didalam cermin dan segera bertindak untuk melakukan perbaikan agar falsafah "ing ngarso sung tulodho" benar benar bisa diterapkan.