Tulisan ini adalah pengingat bagi saya, yang setiap
hari melakukan rutinitas mengajar baik di depan kelas atau mengajar kelas kecil
di sekolah privat saya. Jika banyak yang mempelajari dan membuat catatan tentang
bagaimana mendidik yang baik, atau sistem pendidikan yang baik, kali ini saya ingin
membuat catatan yang fungsinya mengingatkan saya bahwa dalam perjalanan saya
menjadi tenaga pendidik saya harus lebih banyak memperhatikan diri saya ketika saya sedang berada dengan siswa saya ataupun sedang tidak dengan mereka.
Tanggal 2 Mei, hari lahir dari Ki Hajar Dewantara,
pahlawan pendidikan nasional yang masa hidupnya diabdikan dalam pendidikan
bangsa, diperingati sebagai Hari Pendidikan Nasional. Sebagai pendidik tentu
tahu falsafah pendidikan Ki Hajar Dewantara, 'ing ngarso sung tulodho, ing madya mangun karsa, tut wuri handayani.'
dari kalimat bijak tersebut, sangat jelas pendidik memiliki tugas yang sangat
kompleks, bukan hanya menyampaikan apa yang dia tahu tentang bidang keilmuannya
dan moralitas manusia, namun juga memompakan semangat kepada anak didik serta mengarahkan anak
didik, dan yang paling penting menurut saya adalah sebagai role model, contoh bagi anak didiknya. Bukan sekedar bilang bahwa
saya adalah role model kalian, namun, role model disini adalah dari semua apa
yang pendidik lakukan haruslah menjadi contoh yang baik, bukan sekedar dibuat-
buat agar pendidik terlihat sempurna, flawless
tanpa cacat.
Bagian inilah yang membuat saya agak minder ketika
memberi label pendidik sebagai profesi saya. Seorang pendidik harus menjadi
contoh bagi anak didiknya, apapun itu, bidang keilmuannya, perkataannya dan tingkah lakunya. Dan
sudahkah saya cukup mampu untuk menjadi contoh yang baik itu.
Langkah awal yang harus ditempuh adalah terkait
dengan pendidikan karakter. Pendidikan karakter dikabarkan mampu mengubah
karakter masyarakat menjadi lebih baik sehingga kualitas sumber daya manusia di
Indonesia akan meningkat. Namun sampai beberapa tahun ini masih belum terlihat
jelas dampak tersebut. Masih banyak sisiwa yang memiliki karakter yang jauh
menyimpang dari karakter yang diinginkan pada 18 nilai karakter dalam pendidikan
karakter. Meski ada juga siswa yang sudah miliki karakter karakter tersebut.
Sehingga pendidikan karakter diawali dari diri guru
sendiri, bukan sekedar omongan bagaimana karakter yang baik, namun menunjukkan
karakter yang baik itu pada murid itu yang paling dibutuhkan saat ini. Memberi
contoh karakter karakter tersebut, tidak untuk pujian bahwa guru adalah manusia
yang flawless, cukup tunjukkan saja, mereka secara bawah sadar akan mengikuti
tanpa ada perasaan paksaan.
Memang benar istilah seseorang ketika memberi label
kepada Ki Hajar Dewantara, bahwa beliau adalah satria pinandita yang kemudian mengubah jati
dirinya menjadi pinandita satria. Inilah intinya sebelum menjadi seorang
pinandita, seorang satria yang belajar pinandita dan nantinya ketika menjadi
pinandita dia tetap seorang satria, seorang yang mau berjuang untuk perubahan
dirinya dan anak didiknya agar menjadi manusia yang lebih baik. Lebih baik
dalam jiwa dan juga dalam keilmuan yang dipelajarinya.
Untuk bisa berubah menjadi lebih baik diawali dengan
cermin diri, cermin diri bukan hanya berasal dari diri sendiri, namun juga
berasal dari mereka yang dekat dengan kita, dengan teman teman dekat kita, yang
telah mengenal karakter kita. seperti cermin yang bisa menunjukkan siapa kita dan yang mampu mengingatkan kita. Dalam kisah-kisah
bijak, cermin dari seorang teman baik adalah hadiah teristimewa. Dari hal itu,
seorang teman juga merupakan pengingat kita. Selain itu guru harus memiliki keberanian
untuk melihat diri sendiri, melihat sampai dimana karakter yang dimilikinya,
membandingkan dengan karakter yang lebih baik dan mau mengakui segala
kekurangan dan segera memperbaiki kekurangan-kekurangan tersebut, bukan
menutupi agar tetap telihat sempurna dihadapan siswa atau siapa saja. Kecenderungan untuk
menutupi bukanlah pilihan yang baik. Sifat itu bukanlah contoh yang baik dan
bertentangan dengan sikap sempurna yang ditampilkan dihadapan siswanya. Keberanian
kita untuk melihat kemampuan kita, bukan saja keberanian dalam kemampuan
keilmuan yang diampu guru namun juga kemampuan menuju manusia yang sempurna.
Selamat hari pendidikan, semoga saja kita cukup berani untuk melihat pemandangan yang ada didalam cermin dan segera bertindak untuk melakukan perbaikan agar falsafah "ing ngarso sung tulodho" benar benar bisa diterapkan.